AKUNTANSI INTERNASIONAL
NAMA KELOMPOK :
·
Arlesya Tubalawony (21213384)
·
Fritz Christian Ruruk (23213591)
·
Mita Septiani (25213517)
·
Sheren Avisya R (28213437)
1.
PENGERTIAN
BANK
Budisantoso dan Nuritomo (2014:9) mendefinisikan
bank merupakan lembaga intermediasi keuangan (Financial Intermediary), yaitu sebagai institusi yang dapat
menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien.
Peran perbankan sangat penting, terutama dalam perkembangan dan pertumbuhan
perekonomian di suatu Negara. Peran nyata dan kontribusi dari sektor perbankan
sangat dibutuhkan oleh suatu Negara demi pembangunan ekonomi di Negara
tersebut. Bank dianggap sebagai tempat kepercayaan nasabah untuk mengelola
dananya. Bank dengan manajemen yang baik harus bisa menjaga kepercayaan
nasabahnya dengan menjaga kesehatan bank tersebut. Untuk menjaga kesehatan bank
dilakukan dengan tetap menjaga likuiditas bank sehingga bank dapat memenuhi
kewajibannya dan menjaga kinerjanya agar bank selalu dapat dipercaya oleh
masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap bank akan terwujud apabila bank
mampu mempertahankan atau meningkatkan kinerjanya secara optimal dan bisa
tergolong bank yang sehat
1.1 FUNGSI BANK
Fungsi Bank Secara umum fungsi bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk
berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank
dapat berfungsi sebagai berikut :
1. Agent
of trust Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan
perbankan adalah kepercayaaan (trust),
baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi dengan kepercayaan.
2. Agent
of development Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan
ekonomi. Kegiatan perekonomian masyarakat di sector moneter dan sektor riil
tidak dapat dipisahkan. Kedua sector tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sector moneter
tidak berkinerja dengan baik. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat
melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi
barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini
tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan
investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan
perekonomian.
3. Agent of
servies Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana, bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang
ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat
secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan
barang berharga, dan penyelesaian tagihan.
2
STANDAR
PELAPORAN KEUANGAN INTERNASIONAL
Standar Pelaporan Keuangan
Internasional (International
Financial Reporting Standards (IFRS) adalah Standar dasar,
Pengertian dan Kerangka Kerja (1989) yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Board (IASB)).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama
terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS
dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (Internasional
Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April
2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar Akuntansi
Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini
mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan
menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.
2.1
PENGERTIAN IFRS
International
Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan
standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard
Board (IASB). Standar akuntansi ini disusun oleh empat organisasi utama
dunia yaitu International Accounting
Standard Board (IASB), European
Commision (EC), International
Organization of Securities Commissions (IOSOC), dan International Federation of Accountants (IFAC). IFRS kini telah
digunakan dilebih dari 100 negara dan pasar modal diseluruh dunia kecuali
Amerika Serikat. International Accounting
Standards Board (IASB) yang dahulu bernama International Accounting Standards Comitee (IASC) ini merupakan
lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki
tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang
berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al.,
1999) International Financial Reporting
Standards (IFRS) atau yang dahulu bernama International Accounting Standards (IAS) sendiri adalah suatu upaya
untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang
terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan International
Financial Reporting Standards (IFRS) adalah memastikan bahwa laporan
keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan
keuangan tahunan mengandung informasi berkualitas tinggi yang dapat
menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang
periode yang disajikan, menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi
yang berdasarkan pada IFRS, menghasilkan biaya yang tidak melebihi manfaat
untuk para pengguna.
3.
KINERJA
KEUANGAN PERBANKAN
Menurut Kasmir (2004), kinerja bank
merupakan ukuran keberhasilan bagi direksi bank tersebut, sehingga apabila
kinerja itu buruk maka tidak mungkin para direksi ini akan diganti. Bank perlu
dinilai kesehatannya, tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi bank tersebut
yang sesungguhnya apakah dalam keadaan sehat, kurang sehat, atau mungkin sakit.
Apabila kondisi bank tersebut dalam kondisi sehat, maka perlu dipertahankan
kesehatannya. Akan tetapi jika kondisinya dalam keadaan tidak sehat maka segera
perlu diambil tindakan untuk mengobatinya. Dari penilaian kesehatan bank ini
pada akhirnya akan ketahuan kinerja bank tersebut. Salah satu penilaian kinerja
yang dapat dilakukan adalah dengan menilai kinerja keuangan untuk mengetahui
tingkat kesehatan bank.
Kinerja keuangan bank menggambarkan kondisi keuangan bank
pada suatu periode tertentu yang mencakup aspek penghimpunan dana, penyaluran
dana, teknologi dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Penilaian kinerja
keuangan merupakan salah satu cara yang dapatdilakukan oleh pihak manajemen
agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pengukuran kinerja
perbankan yang paling tepat adalah dengan mengukur kemampuan perbankan dalam menghasilkan
laba atau profit dari berbagai kegiatan yang dilakukan. Sebagaimana umumnya
tujuan perusahaan adalah untuk mencapai nilai yang tinggi, dimana untuk
mencapai nilai tersebut perusahaan harus dapat secara efisien dan efektif
mengelola berbagai kegiatannya. Analisis profitabilitas dapat digunakan untuk
mengukur kinerja suatu perusahaan yang nota bene profit motif (Mawardi, 2005).
Rasio Return on Asset (ROA)
memberikan informasi seberapa efisien bank dalam melakukan kegiatan usahanya,
karena rasio ROA mengindikasikan seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh
rata-rata terhadap setiap rupiah asetnya (Siamat, 2005).
Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan
fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank
yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan
fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta
dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya
terutama kebijakan moneter. Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua
pihak yang terkait, yaitu pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa
bank dan Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. Perbankan harus
selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya.
Bank yang tidak sehat bukan hanya membahayakan perbankan itu saja akan tetapi
pihak lain. Manajemen risiko sangat penting bagi stabilitas perbankan, hal ini
karena bisnis perbankan serat berhubungan dengan risiko. Dalam kegiatannya,
baik menghadapi berbagai risiko, seperti risiko kredit (pembiayaan), risiko
pasar dan risiko operasional. Manajemen risiko yang baik bagi bank agar bisa
memastikan bank akan selamat dari kehancuran jika keadaan terburuk terjadi.
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian
ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,
cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat.
Dalam
melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah melalui
Peraturan Bank Indonesia (PBI). Bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang
bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu
periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat
diketahui kondisi kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk
memperbaiki kesehatnnya. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah
dengan analisis Capital, Assets,
Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk (CAMELS). Namun
saat ini Bank Indonesia (BI) telah melakukan perombakan faktor CAMELS menjadi Risk Profile, Good Corporate Governance,
Earning and Capital (RGEC) untuk menilai kesehatan bank yang dikeluarkan
pada Januari 2011 dan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2012. CAMELS berubah
menjadi RGEC berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/1/PBI/2011
diissued Januari 2011 dan efektif pada Januari 2012. RGEC resmi menjadi alat
untuk tolak ukur kesehatan bank
4.
Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank
adalah kondisi keuangan dan manajemen bank diukur melalui rasio-rasio hitung.
Tingkat kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, yaitu pemilik
dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan bank Indonesia selaku
pembina dan pengawas bank-bank yang ada di Indonesia (Sunarti : 2011).
Penilaian
kesehatan perbankan dilakukan setiap periode. Dalam setiap penilaian ditentukan
kondisi suatu bank. Bagi bank yang sudah dinilai sebelumnya dapat pula dinilai
apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatannya. Bagi bank yang menurut
penilaian sehat atau kesehatannya. terus meningkat tidak jadi masalah, karena
itulah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan terus, akan tetapi bagi
bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus mendapatkan pengarahan atau
bahkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kesehatan bank merupakan kemampuan bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
kewajiban dengan baik dan dengan cara-cara yang sesuai peraturan perbankan yang
berlaku (Budi Santoso, Totok dan Sigit : 2006). Dengan kata lain, bank yang
sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat,
serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya, terutama
kebijakan moneter. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual mencakup
penilaian terhadap faktor-faktor berikut: Penilaian Profil Risiko dengan
menggunakan Risiko Kredit, Good
Corporate Governance, Earnings (ROA), dan Capital (CAR).
4.1 METODE
RGEC
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011
tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank Indonesia telah menetapkan
sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank berbasis risiko menggantikan penilaian
CAMELS yang dulunya diatur dalam PBI No.6/10/PBI/2004.
Dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 ini, Bank
diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat kesehatan Bank dengan menggunakan
pendekatan Risiko (Risk-based Bank
Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Pedoman
perhitungan selengkapnya diatur dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia
No/13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Tahap- tahap penilaian dalam metode RGEC boleh disebut model penilaian
kesehatan bank dengan sarat manajemen risiko. Apabila CAMELS adalah penilaian
terhadap Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity &
Sensitivity to Market Risk, dalam penilaian pendekatan RGEC menurut Peraturan
Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Pasal 7 faktor-faktor penilaiannya adalah
sebagai berikut :
1. Risk
Profile (Profil Risiko)
Peraturan
Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 1 penilaian terhadap faktor profil
risiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a merupakan penilaian terhadap
risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional Bank
yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu risiko kredit, risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko
kepatuhan, risiko reputasi.
Penelitian ini mengukur faktor Risk Profile dengan menggunakan 2
indikator yaitu faktor risiko kredit dengan menggunakan rumus Non Performing
Loan (NPL), dan risiko likuiditas dengan menggunakan rumus Loan to Deposit
Ratio (LDR). Hal tersebut dikarenakan pada risiko diatas peneliti dapat
memperoleh data kuantitatif yang tidak dapat diperoleh pada faktor risiko
pasar, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan
risiko reputasi.
a. Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Non
Performing Financing (NPF) adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui
pembiayaan bermasalah yang ditanggung oleh bank berdasarkan dari total
pembiayaan yang disalurkan. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
9/29/DPbs tanggal 7 Desember 2007, Rasio ini menggambarkan kualitas aktiva
kredit yang kredibilitasnya kurang lancar, diragukan, dan macet. Semakin tinggi
rasio ini maka semakin rendah kredit bank yang bersangkutan karena jumlah
kredit bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit pada bank lain). Dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tertera bahwa nilai NPL maksimum
adalah sebesar 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa bank dianggap sehat apabila
memiliki nilai rasio NPL kurang dari 5%.
b.
Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan
Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas,
dan atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko
likuiditas pendanaan (Funding Liquidity
Risk). Dalam dunia perbankan rasio likuiditas ini biasa dikenal dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), rasio ini
merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat likuiditas suatu bank.
Menurut Kuncoro (2002), kebutuhan likuiditas bank berbeda-beda, tergantung pada
ukuran bank, kekhususan usaha bank, dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia tingkat likuiditas bank dianggap sehat apabila LDR-nya antara
85%-110%
2.
Good Corporate Governance (GCG)
Penilaian terhadap faktor GCG (Corporate Governance) dalam pendekatan
RGEC didasarkan ke dalam tiga aspek utama yaitu, Governance Structure,
Governance Process, dan Governance Output. Berdasarkan ketetapan Bank Indonesia
yang disajikan dalam Laporan Pengawasan Bank (2012:36), “Governance Structure mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite. Governance Process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan
kepentingan, penerapan fungsi audit intern dan ekstern, penerapan manajemen
risiko termasuk sistem pengendalian intern, penyediaan dana kepada pihak
terkait dan dana besar, serta rencana strategis bank. Aspek terakhir Governance Output mencakup transparansi
kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG (Corporate Governance) yang memenuhi prinsip Transparancy, Accountability,
Responsibility, Indepedency, dan Fairness
(TARIF)”.
3 Earnings
(Rentabilitas)
Penilaian rentabilitas bank meliputi penilaian atas
kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, dan manajemen rentabilitas,
dimana penilaian dilakukan dengan menggunakan indikator kuantitatif dan kualitatif.
Penilaian terhadap faktor earnings didasarkan pada Return on Asset (ROA) atau Rasio laba sebelum pajak terhadap
rata-rata total aset.
4.
Capital (Permodalan)
Merupakan
rasio tingkat kecukupan modal, yang berarti jumlah modal sendiri yang
diperlukan untuk menutup resiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman
aktiva beresiko. Manajemen bank perlu meningkatkan nilai CAR sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia minimal 8%. Karena semakin tingginya CAR semakin baik
kondisi sebuah perusahaan, dengan modal yang besar manejemen bank sangat
leluasa dalam menempatkan dananya ke dalam aktivitas yang menguntungkan dalam
rangka meningkatkan profitabilitas. Besarnya CAR normalnya berkisar antara 9% -
12%.
Rasio ROE digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan pembayaran
dividen. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kenaikan laba bersih bank
yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar
pula dividen yang diterima investor.
LDR menggambarkan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin
tinggi rasio ini, semakin baik tingkat kinerja bank untuk rentang 50%-100%
karena kredit yang disalurkan bank lancar sehingga membuat pendapatan bank
semakin meningkat yang nantinya akan meningkatkan kinerja bank pula. Namun,
jika LDR > 100% maka semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi- bermasalah akan
semakin besar.
Non Performing Loan (NPL) adalah kredit
yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang
diperjanjikan (Meliyanti, 2008). Rasio NPL dipergunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam mengcover risiko pengembalian kredit oleh debitur. NPL
mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi NPL mengakibatkan semakin tinggi
tunggakan bunga kredit yang berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta
menurunkan laba. Demikian sebaliknya, semakin rendah NPL akan semakin tinggi
(Muljono, 1999). Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap
kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit
diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta
kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan
peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko
kredit. Kredit bermasalah didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan
kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur
tidak dapat melunasi hutangnya. Kriteria rasio NPL dibawah 5%.
Rasio ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba. Semakin besar ROA sebuah bank,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan semakin baik
posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset yang berarti kinerja bank
tersebut semakin baik. Perusahaan dikatakan baik apabila mempunyai laba yang
besar atau rasio ROA berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25%, dan dikatakan
sangat baik apabila mempunyai laba sangat besar dengan ROA diatas 1,25% (SE BI No.6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004). Dimana untuk memperoleh ROA yang besar diperlukan adanya
aktiva produktif yang berkualitas dan manajemen yang solid.
Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio yang
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut 6 dibiayai
dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber-sumber di luar bank
(Iswi Hariyani, 2010: 51). Apabila CAR perusahaan perbankan cukup tinggi, hal
tersebut menunjukkan bahwa perusahaan perbankan tersebut memiliki kecukupan
modal, sehingga kepercayaan masyarakat akan semakin meningkat.
Tugas
Softskill “AKUNTANSI INTERNASIONAL”
Review Jurnal
Judul
Jurnal : ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PERBANKAN
YANG
MENGADOPSI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN
MENGADOPSI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN
INTERNASIONAL
Volume
/ Hal : 5 / E24-E30
Nama
Penulis : Maulidya Nuriya dan Waluyo
Tanggal
Jurnal : Oktober 2013
Pendahuluan :
Perkembangan
dunia bisnis baik perusahaan, perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya
dituntut untuk menggunakan Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Standar
akuntansi di Indonesia memiliki IAI yang mengeluarkan PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan). Sejak revisi PSAK tahun 1994 IAI telah melakukan
harmonisasi (sifatnya belum menyeluruh atau sebagian) standar PSAK kepada IFRS,
harmonisasi diubah menjadi adopsi yang ditujukan dalam bentuk konvergensi. Pada
tahun 2012 Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menetapkan Indonesia sudah
mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional, khusus untuk perbankan
diharapkan tahun 2010.
Namun
hingga saat ini masih terdapat beberapa entitas perbankan yang masih belum
mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Proses harmonisasi ini
memiliki hambatan antara lain nasionalisme dan budaya setiap negara, perbedaan
kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional,
tingginya biaya untuk mengubah prinsip akuntansi, selain itu timbul juga
permasalahan lainnya seperti translasi standar internasional, ketidaksesuaian
standar internasional dengan hukum nasional, struktur dan kompleksitas standar
internasional dan frekuensi perubahan dan kompleksitas standar internasional.
Namun dari semua hambatan dan permasalahan tersebut penerapan
Standar
Pelaporan Keuangan Internasional memiliki manfaat yaitu dapat meningkatkan
keakuratan dalam menilai performa perusahaan yang tercemin dalam laporan
keuangan. Karena Standar Pelaporan Keuangan Internasional/IFRS mensyaratkan
pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci. Dari penggunaan standar
akuntansi internasional adalah mempermudah membandingkan antar perusahaan yang
berdomisili pada 2 negara, hal ini dipermudah karena kesamaan aturan dan
prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Konvergensi PSAK
dengan IFRS dapat membawa manfaat bagi iklim investasi Indonesia. Hal ini disebabkan
karena kemudahan para investor untuk membandingkan informasi-informasi keuangan
dari perusahaan di Indonesia dengan perusahaan di negara lain.
Tujuan Penelitian :
Untuk
menganalisis perbandingan kinerja keuangan pada bank yang telah dan belum mengadopsi
standar pelaporan keuangan Internasional (IFRS) di Indonesia.
Metode Penelitian :
Objek
penelitian ini adalah seluruh perbankan yang terdaftar di BEI periode tahun
2008-2012. Data yang berhasil diolah sebanyak 27 bank, yaitu 24 bank yang telah
mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan
Internasional dan 3 bank yang belum mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan
Internasional.
Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Uji Independen sampel T-test dengan menggunakan aplikasi
SPSS versi 20.
Variabel Penelitian :
· Capital
Adequacy Ratio ( CAR )
· Return
on Asset (ROA)
· Return
on Equity (ROE)
· Loan
to Deposit Ratio (LDR)
· Non
Performing Loan (NPL)
Hasil Penelitian :
Dari
hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung
untuk CAR dengan equal varience assumed
adalah 6,024 dengan probabilitas 0,015. Dan berdasarkan tabel 1 bahwa t hitung
untuk CAR dengan equal variance not
assumed adalah 1,000 dengan probabilitas 0,333. Dengan demikian CAR yang
belum mengadopsi IFRS lebih baik dari bank yang telah mengadopsi IFRS.
Dari
hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk ROA dengan equal variance assumed
adalah 69,550 dengan probabilitas 0,000 dan tabel 1 bahwa t hitung untuk ROA
dengan equal variance not assumed
adalah -1,281 dengan probabilitas 0,221. Semakin besar ROA sebuah bank, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan semakin baik posisi bank
tersebut dari segi penggunaan asset yang berarti kinerja bank tersebut semakin
baik. Dengan demikian ROA bank yang telah mengadopsi IFRS lebih tinggi
dibandingkan ROA bank yang belum mengadopsi IFRS.
Dari
hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk ROE dengan equal variance assumed adalah 96,155 dengan probabilitas 0,000 dan
tabel 1 bahwa t hitung untuk ROE dengan equal
variance not assumed adalah -1,510. Semakin besar rasio ini maka semakin
besar kenaika laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan
harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima investor. Dengan
demikian ROE pada bank yang belum mengadopsi IFRS lebih rendah kinerjanya
dibandingkan dengan ROE pada bank yang telah mengadopsi IFRS.
Dari
hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk LDR dengan equal variance assumed adalah 2,378 dengan probabilitas 0,125. dan
berdasarkan tabel 1 bahwa t hitung untuk LDR dengan equal variance not assumed adalah -2,071 dengan probabilitas 0,40. Semakin
tinggi rasio ini, semakin baik tingkat kinerja bank untuk rentang 50%-100%
karena kredit yang disalurkan bank lancar sehingga membuat pendapatan bank
semakin meningkat yang nantinya akan meningkatkan kinerja bank pula. Dengan
demikian LDR bank yang telah mengadopsi IFRS lebih tinggi dari bank yang belum mengadopsi
IFRS.
Dari
hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk NPL dengan equal variance assumed adalah 44,082 dengan probabilitas 0,000. dan
berdasarkan tabel 1 bahwa t hitung untuk NPL dengan equal variance not assumed adalah 1,029 dengan probabilitas 0,321.
Semakin tinggi NPL mengakibatkan semakin tinggi tunggakan bunga kredit yang
berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba. Dengan demikian
NPL yang mengadopsi IFRS lebih baik daripada bank yang belum mengadopsi IFRS.
Kesimpulan Penelitian :
Kinerja
bank yang telah mengadopsi IFRS tidak berbeda signifikan dengan bank yang belum
mengadopsi IFRS. Hal ini tercermin dari tidak adanya perbedaan yang signifikan
dari rasio-rasio yang menjadi variabel pada penelitian seperti CAR, ROA, ROE,
LDR dan NPL. Meskipun tingkat perbedaannya tidak signifikan.
Namun
kinerja bank yang telah mengadopsi IFRS lebih baik, dibandingkan bank yang
belum mengadopsi IFRS.
Sumber :
Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan
Lembaga Keuangan Lain.Jakarta: Salemba Empat.
Kasmir. (2004). Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 2008. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Khalil,
Fuadi. 2016. Analisis Penggunaan Metode
Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, And Capital (RGEC) Dalam mengukur
Kesehatan Bank pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2014. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA). Vol. 1 No. 1 Hal 20-35.
Nurisya, Wardoyo. 2013.
Analisis Perbandingan Kinerja Perbankan yang Mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan
Internasional. Jurnal Proceeding PESAT. Vol.
5 Hal 24-30.
Santoso, Totok, dan Sigit. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta:
Salemba Empat.
Sunarti. (2011). Sistem
Manajemen Perbankan Indonesia. Edisi Pertama. Malang: NN Pers.
www.wikepedia.org