KASUS PEREKONOMIAN INTERNASIONAL
Disusun Oleh
NAMA : MITA SEPTIANI
NPM : 25213517
KELAS : 2EB21
Ekonomi internasional adalah ilmu ekonomi yang
membahas akibat saling ketergantungan antara negara-negara di dunia, baik dari
segi perdagangan internasional maupun pasar kredit internasional (dalam
Wikipedia). Ekonomi internasional mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan
hubungan ekonomi antara satu negara dengan negara lain.
Dalam segi ilmiah: Ekonomi
internasional adalah bagian atau cabang dari ilmu ekonomi yang diterapkan pada
kegiatan-kegiatan ekonomi antar negara atau antar bangsa.
Dalam segi praktisnya: Ekonomi internasional adalah meliputi seluruh kegiatan perekonomian yang dilakukan antar bangsa, negara maupun antara orang-orang perorangan dari negara yang satu dengan negara lainnya.
Dalam segi praktisnya: Ekonomi internasional adalah meliputi seluruh kegiatan perekonomian yang dilakukan antar bangsa, negara maupun antara orang-orang perorangan dari negara yang satu dengan negara lainnya.
Ekonomi Internasional adalah ilmu yang mempelajari alokasi sumber daya yang langka guna memenuhi kebutuhan manusia. Problematik ekonomi dipelajari dalam ruang lingkup internasional artinya, masalah alokasi dianalisa dalam hubungan antara pelaku ekonomi satu negara dengan negara lain.
Kajian ekonomi internasional mempelajari masalah-masalah
yang berkaitan dengan hubungan ekonomi
antara satu negara dengan negara lain.
Hubungan ekonomi
internasional ini dapat berupa perdagangan, investasi, pinjaman, bantuan serta
kerja sama internasional. Dimana hubungan ekonomi tersebut paling tidak
mencakup bentuk hubungan yang berbeda, meskipun antara satu dengan yang lain
saling berkaitan, antara lain :
Pertama, hubungan ekonomi bisa berupa pertukaran hasil atau output negara satu dengan negara lain. Sebagai contoh, Indonesia mengekspor minyak, kayu, karet, hasil kerajinan, menjual jasa angkutan penerbangan dan jasa turisme kepada orang asing, dan mengimpor beras, gandum, bijih besi, bahan plastik, benang tenun, jasa angkutan laut dan angkutan udara dan jasa.
Kedua, hubungan ekonomi bisa
berbentuk pertukaran atau aliran sarana produksi (atau faktor produksi).
Termasuk dalam kelompok sarana produksi adalah tenaga kerja, modal, teknoogi
dan kewiraswastaan. Sarana produksi dapat mengalir dari satu negara ke negara
lain karena berbagai sebab, misalnya karena imbalan yang lebih tinggi, melalui
program bantuan luar negeri, dan karena adanya faktor ketakutan (seperti:
ancaman perang, takut dinasionalisasi, takut adanya devaluasi atau karena
menghindari inflasi yang terlalu tinggi di suatu negara). Sarana produksi
tanah merupakan satu-satunya sarana produksi yang tidak bisa mengalir ke
negara lain, karena sifatnya yang terikat pada lokasinya. Tetapi bahkan tanah pun
tidak mutlak terikat pada lokasinya, bila kita ingat bahwa definisi dari sarana
produksi tanah mencakup kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Ekonomi Internasional Sebagai cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis tentang transaanksi dan permasalahan ekonomi internasional (eksport-import) yang meliputi perdagangan dan keuanga atau moneter serta organisasi ekonomi (swasta maupun pemerintah) dan kerjasama ekonomi antar negara Dikarenakan ekonomi internasional termasuk salah satu cabang ilmu ekonomi, maka adapun permasalahan yang timbul di dalamnya tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang ada dalam penerapan ilmu ekonomi. Diantara permasalahan yang dimaksud adalah masalah pemilihan produk dan kelangkaan produk baik yang berupa barang maupun berupa jasa yang dibutuhkan oleh manusia.
Ekonomi Internasional Sebagai cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis tentang transaanksi dan permasalahan ekonomi internasional (eksport-import) yang meliputi perdagangan dan keuanga atau moneter serta organisasi ekonomi (swasta maupun pemerintah) dan kerjasama ekonomi antar negara Dikarenakan ekonomi internasional termasuk salah satu cabang ilmu ekonomi, maka adapun permasalahan yang timbul di dalamnya tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang ada dalam penerapan ilmu ekonomi. Diantara permasalahan yang dimaksud adalah masalah pemilihan produk dan kelangkaan produk baik yang berupa barang maupun berupa jasa yang dibutuhkan oleh manusia.
Tujuan ekonomi
internasional adalah untuk mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi bagi
umat manusia. Tujuan itu dapat dicapai dengan mengadakan kegiatan-kegiatan
dalam bidang perdagangan, investasi, perkreditan, pengangkutan, perasuransian,
dan sebagainya
Adanya perdagangan
internasional akan memberikan pengaruh pada harga, pendapatan nasional,
dan tingkat kesempatan kerja negara-negara yang terlibat dalam perdagangan
internasional tersebut. Ekspor akan meningkatkan permintaan masyarakat, yaitu
jumlah barang dan jasa yang diinginkan masyarakat di dalam negeri. Sebaliknya,
impor akan menurunkan permintaan masyarakat di dalam negeri. Permintaan
masyarakat akan memengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan nasional, dan di
antara lain akan tergantung pada besarnya ekspor neto, yaitu selisih antara
ekspor dan impor. Bila ekspor neto positif, berarti ekspor lebih besar daripada
impor, kesempatan kerja dan pendapatan nasional cenderung akan naik. Besarnya
ekspor neto sangat ditentukan oleh nilai kurs mata uang negara yang
bersangkutan. Misalnya, nilai rupiah turun dibandingkan dengan dolar AS, harga
barang ekspor dari Indonesia relatif akan lebih murah di AS, sehingga ekspor
akan cenderung meningkat. Sebaliknya, harga barang-barang dari AS relatif
menjadi mahal sehingga impor akan akan cenderung menurun.
Pengaruh ini terasa pada ekonomi dalam negeri. Bank-bank serta perusahaan-perusahaan besar dan perorangan dapat meminjamkan uangnya di dalam negeri maupun luar negeri, tergantung mana yang lebih menguntungkan. Keuntungan ini tergantung dari tingginya tingkat bunga yang ditawarkan oleh masing-masing negara. Demikian seterusnya sehingga dicapai suau tingkat bunga yang dapat mempertahankan keseimbangan.
1. Dampak positif
·
Kegiatan
produksi dalam negeri menjadi meningkat secara kuantitas dan kualitas.
·
Mendorong
pertumbuhan ekonomi negara, pemerataan pendapatan masyarakat, dan
stabilitas ekonomi nasional.
stabilitas ekonomi nasional.
·
Menambahkan
devisa negara melalui bea masuk dan biaya lain atas ekspor dan impor.
·
Mendorong
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam negeri, terutamadalam bidang
sektor industri dengan munculnya teknologi baru dapat membantu dalam memproduksi
barang lebih banyak dengan waktu yang singkat.
sektor industri dengan munculnya teknologi baru dapat membantu dalam memproduksi
barang lebih banyak dengan waktu yang singkat.
·
Melalui
impor, kebutuhan dalam negara dapat terpenuhi.
·
Memperluas
lapangan kerja dan kesempatan masyarakat untuk berkeja.
·
Mempererat
hubungan persaudaraan dan kerjasama antar negara.
2. Dampak negatif
·
Barang-barang
produksi dalam negeri terganggu akibat masuknya barang impor yang dijual
lebih murah dalam negeri yang menyebabkan industri dalam negeri mengalami kerugian
besar.
lebih murah dalam negeri yang menyebabkan industri dalam negeri mengalami kerugian
besar.
·
Munculnya
ketergantungan dengan negara maju.
·
Terjadinya
persaingan yang tidak sehat, karena pengaruh perdagangan bebas.
·
Bila
tidak mampu bersaing maka pertumbuhan perekonomian negara akan semakin rendah
dan bertambahnya pengangguran dalam negeri.
dan bertambahnya pengangguran dalam negeri.
CONTOH KASUS PEREKONOMIAN INTERNASIONAL
PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dalam Kontroversi Kasus Pemailitan
Pada 13 Juni 2002 PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat. Berdasarkan catatan hukumonline, antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.
PT.AJMI adalah suatu perusahaan asuransi yang didirikan oleh Manulife Financial Corporation (Manulife) dari Kanada dengan saham 51 %,Dharmala Sakti Sejahtera,TBK. Dengan saham 40% dan International Finance Corporation (IFC) dengan saham sebesar 9%. Setahun kemudian tepatnya Pada 6 Juni, DSS dinyatakan pailit. Pada 26 Oktober tahun yang sama, saham DSS di AJMI dilelang. Saat itu pula muncul klaim kalau saham tersebut telah dialihkan ke Roman Gold Assets Limited (RGAL) pada 1996. Inilah yang disebut kasus saham ganda. Sebulan kemudian, RGAL melaporkan direktur utama AJMI ke Markas Besar Polri. Pada 22 Januari 2001, Badan Penyehatan Perbankan Nasional melaporkan Suyanto Gondokusumo ke Kejagung. Manulife adalah perusahaan publik yang besar di Kanada, sedangkan IFC adalah suatu perusahaan milik dana pensiun karyawan World Bank.
Sebulan kemudian, Manulife mengadukan
Harvest Hero International yang terlibat penjualan saham ganda ke Pengadilan
Tinggi Hongkong. Pada 23 Mei tahun yang sama, RGAL menggugat AJMI di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Paul Sukron sebagai kurator DSS memohon pailit AJMI atas
kewajiban deviden 1999 ke DSS pada 17 Januari 2002. Enam hari kemudian, AJMI
memutuskan membayar dividen ke DSS. Tapi, DSS meminta bunga deviden sebesar Rp
1,9 miliar juga dibayarkan. Pada 12 Februari, Kejaksaan Tinggi Jakarta
mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas pengaduan RGAL
dalam lelang saham AJMI. Tiga hari kemudian, permohonan pailit atas AJMI
ditolak pengadilan. Sehari kemudian, Kejaksaan Agung, mengeluarkan SKKP atas
lelang saham AJMI. Pada 19 Maret tahun yang sama, RGAL mempraperadilankan
Kejati Jakarta atas SKPP.
Enam hari kemudian, SKKP Manulife dari Kejati dibatalkan. Pada 1 April 2002, Dharmala Inti Utama menggugat AJMI. Pada 22 Mei 2002, Manulife Financial melaporkan tujuh pihak yang diduga terlibat kasus saham ganda ke Pengadilan Tinggi Singapura. Lima hari kemudian, Kurator DSS kembali memohon pailit AJMI untuk kewajiban deviden pada 1999. Bulan kerikutnya, Pengadilan Tinggi Singapura membekukukan Godokusumo, pemilik DSS di Negeri Singa. Pada 13 Juni 2002 Pengadilan Niaga Pusat yang diketuai Hasan Basri memuluskan permohonan pailit kurator DSS. Nah, Keputusan pailit itulah yang membuat Kanada berang. Karena itulah, mereka meminta pemerintah mencampuri proses kasasi yang diajukan AJMI pada 19 Juni ke MA.
Permohonan kepailitan PT.AJMI diajukan oleh PT.Dharmala Sakti Sejahtera.TBK (PT.DSS), dengan alasan tidak membayar deviden keuntungan perusahaan tahun 1998. PT.AJMI dimohonkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk dinyatakan pailit oleh PT.DSS yang pada tahun 1998 memiliki 40% saham PT.AJMI, sesudah PT.DSS pailit, saham PT.AJMI miliknya dilelang dan dibeli oleh manulife. Alasan PT.DSS mempailitkan PT.AJMI adalah dengan dinyatakan PT.AJMI pailit, segala sesuatu yang menyangkut pengurusan harta kekayaan PT.DSS (sebagai debitor pailit) sepenuhnya dilakukan oleh Kurator.
PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat.antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (DSS/dalam pailit), yang diwakili kuratornya, merasa bahwa mereka berhak mendapatkan pembagian dividen dari AJMI di tahun 1999. Pasalnya, berdasarkan akta perjanjian usaha patungan 10 Juni 1988, DSS adalah pemegang 40 persen saham AJMI. Di perjanjian yang sama, dinyatakan bahwa DSS berhak mendapat pembagian dividen sebesar 40 persen dari laba atau surplus yang diperoleh AJMI sesuai dengan laporan keuangan.
Adapun hal-hal yang mengakibatkan kontroversi putusan pailit PT AJMI adalah PT AJMI yang memiliki posisi keuangan per Maret 2000: Aset yang diakui Rp 1,812 miliar, kewajiban Rp 1,596 miliar, tingkat solvensi Rp 216 miliar dinyatakan pailit atas dasar tuntutan yang besarnya Rp 32 miliar. Dapatkah bila aktiva yang lebih besar dari pasiva dipailitkan oleh Kreditor? Kemudian apa yang dituntutkan oleh Kurator PT. DSS adalah klaim atas hak pembayaran dividen pada tahun 1999. Permasalahannya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. AJMI tahun 1999 telah diputuskan, PT. AJMI tidak akan melakukan pembayaran dividen, dalam rangka meningkatkan Rasio Kecukupan Modal/Risk Base Capital (RBC).
DSS yang dinyatakan pailit pada September 2000, mengklaim mereka berhak mendapatkan pembagian dividen AJMI untuk tahun buku 1999 plus dividen antara Januari-September 2000. Sampai dengan gugatan ini didaftarkan, akan tetapi AJMI tak kunjung membayar dividen tersebut.
Dalam gugatannya, DSS mengklaim AJMI harus membayar lebih dari Rp164 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari :
1. pembagian dividen tahun buku 1999 plus bunga selama 4 tahun 4 bulan,
2. ditambah dividen Januari-September 2000,
3. beserta bunga selama 3 tahun 4 bulan.
Untuk memperkuat dasar gugatannya, kurator DSS di dalam gugatan juga menyinggung-nyinggung putusan PN Niaga dan kasasi perkara kepailitan AJMI. Di putusan PN Niaga yang menyatakan AJMI pailit, kurator DSS menyatakan bahwa ada pertimbangan hukum yang menyatakan kalau utang AJMI belum dibayar kepada DSS.
kuasa hukum AJMI, menyatakan bahwa kurator DSS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Pasalnya, saham AJMI yang dulu dimiliki DSS sudah dikuasai oleh Manufacturer Life Insurance. keputusan untuk tidak membagikan dividen AJMI tahun 1999 ke pemegang sahamnya, termasuk ke DSS, adalah keputusan RUPS. Menurutnya, keputusan RUPS untuk menunda pembagian dividen lantaran AJMI harus memenuhi ketentuan Risk Based Capital (RBC) yang berlaku untuk perusahaan asuransi.
Enam hari kemudian, SKKP Manulife dari Kejati dibatalkan. Pada 1 April 2002, Dharmala Inti Utama menggugat AJMI. Pada 22 Mei 2002, Manulife Financial melaporkan tujuh pihak yang diduga terlibat kasus saham ganda ke Pengadilan Tinggi Singapura. Lima hari kemudian, Kurator DSS kembali memohon pailit AJMI untuk kewajiban deviden pada 1999. Bulan kerikutnya, Pengadilan Tinggi Singapura membekukukan Godokusumo, pemilik DSS di Negeri Singa. Pada 13 Juni 2002 Pengadilan Niaga Pusat yang diketuai Hasan Basri memuluskan permohonan pailit kurator DSS. Nah, Keputusan pailit itulah yang membuat Kanada berang. Karena itulah, mereka meminta pemerintah mencampuri proses kasasi yang diajukan AJMI pada 19 Juni ke MA.
Permohonan kepailitan PT.AJMI diajukan oleh PT.Dharmala Sakti Sejahtera.TBK (PT.DSS), dengan alasan tidak membayar deviden keuntungan perusahaan tahun 1998. PT.AJMI dimohonkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk dinyatakan pailit oleh PT.DSS yang pada tahun 1998 memiliki 40% saham PT.AJMI, sesudah PT.DSS pailit, saham PT.AJMI miliknya dilelang dan dibeli oleh manulife. Alasan PT.DSS mempailitkan PT.AJMI adalah dengan dinyatakan PT.AJMI pailit, segala sesuatu yang menyangkut pengurusan harta kekayaan PT.DSS (sebagai debitor pailit) sepenuhnya dilakukan oleh Kurator.
PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) menghadapi gugatan perdata di PN Jakarta Pusat.antara tahun 2001-2002 AJMI sempat menghadapi serangkaian permohonan pailit di Pengadilan Niaga. Artinya, bagi AJMI berperkara di pengadilan bukanlah hal yang baru.PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (DSS/dalam pailit), yang diwakili kuratornya, merasa bahwa mereka berhak mendapatkan pembagian dividen dari AJMI di tahun 1999. Pasalnya, berdasarkan akta perjanjian usaha patungan 10 Juni 1988, DSS adalah pemegang 40 persen saham AJMI. Di perjanjian yang sama, dinyatakan bahwa DSS berhak mendapat pembagian dividen sebesar 40 persen dari laba atau surplus yang diperoleh AJMI sesuai dengan laporan keuangan.
Adapun hal-hal yang mengakibatkan kontroversi putusan pailit PT AJMI adalah PT AJMI yang memiliki posisi keuangan per Maret 2000: Aset yang diakui Rp 1,812 miliar, kewajiban Rp 1,596 miliar, tingkat solvensi Rp 216 miliar dinyatakan pailit atas dasar tuntutan yang besarnya Rp 32 miliar. Dapatkah bila aktiva yang lebih besar dari pasiva dipailitkan oleh Kreditor? Kemudian apa yang dituntutkan oleh Kurator PT. DSS adalah klaim atas hak pembayaran dividen pada tahun 1999. Permasalahannya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. AJMI tahun 1999 telah diputuskan, PT. AJMI tidak akan melakukan pembayaran dividen, dalam rangka meningkatkan Rasio Kecukupan Modal/Risk Base Capital (RBC).
DSS yang dinyatakan pailit pada September 2000, mengklaim mereka berhak mendapatkan pembagian dividen AJMI untuk tahun buku 1999 plus dividen antara Januari-September 2000. Sampai dengan gugatan ini didaftarkan, akan tetapi AJMI tak kunjung membayar dividen tersebut.
Dalam gugatannya, DSS mengklaim AJMI harus membayar lebih dari Rp164 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari :
1. pembagian dividen tahun buku 1999 plus bunga selama 4 tahun 4 bulan,
2. ditambah dividen Januari-September 2000,
3. beserta bunga selama 3 tahun 4 bulan.
Untuk memperkuat dasar gugatannya, kurator DSS di dalam gugatan juga menyinggung-nyinggung putusan PN Niaga dan kasasi perkara kepailitan AJMI. Di putusan PN Niaga yang menyatakan AJMI pailit, kurator DSS menyatakan bahwa ada pertimbangan hukum yang menyatakan kalau utang AJMI belum dibayar kepada DSS.
kuasa hukum AJMI, menyatakan bahwa kurator DSS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Pasalnya, saham AJMI yang dulu dimiliki DSS sudah dikuasai oleh Manufacturer Life Insurance. keputusan untuk tidak membagikan dividen AJMI tahun 1999 ke pemegang sahamnya, termasuk ke DSS, adalah keputusan RUPS. Menurutnya, keputusan RUPS untuk menunda pembagian dividen lantaran AJMI harus memenuhi ketentuan Risk Based Capital (RBC) yang berlaku untuk perusahaan asuransi.
Sumber :