Kamis, 13 Juli 2017

Tugas Softskill : Kelompok 7



AKUNTANSI INTERNASIONAL


  

NAMA KELOMPOK :

·        Arlesya Tubalawony     (21213384)
·        Fritz Christian Ruruk     (23213591)
·        Mita Septiani                (25213517)
·        Sheren Avisya R           (28213437)


1.                         PENGERTIAN BANK
    Budisantoso dan Nuritomo (2014:9) mendefinisikan bank merupakan lembaga intermediasi keuangan (Financial Intermediary), yaitu sebagai institusi yang dapat menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien. Peran perbankan sangat penting, terutama dalam perkembangan dan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara. Peran nyata dan kontribusi dari sektor perbankan sangat dibutuhkan oleh suatu Negara demi pembangunan ekonomi di Negara tersebut. Bank dianggap sebagai tempat kepercayaan nasabah untuk mengelola dananya. Bank dengan manajemen yang baik harus bisa menjaga kepercayaan nasabahnya dengan menjaga kesehatan bank tersebut. Untuk menjaga kesehatan bank dilakukan dengan tetap menjaga likuiditas bank sehingga bank dapat memenuhi kewajibannya dan menjaga kinerjanya agar bank selalu dapat dipercaya oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap bank akan terwujud apabila bank mampu mempertahankan atau meningkatkan kinerjanya secara optimal dan bisa tergolong bank yang sehat

1.1           FUNGSI BANK
   Fungsi Bank Secara umum fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai berikut :
  1. Agent of trust Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaaan (trust), baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi dengan kepercayaan.
  2. Agent of development Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan perekonomian masyarakat di sector moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sector tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sector moneter tidak berkinerja dengan baik. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian.
  3. Agent of servies Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, dan penyelesaian tagihan.

2                          STANDAR PELAPORAN KEUANGAN INTERNASIONAL
   Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah Standar dasar, Pengertian dan Kerangka Kerja (1989) yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Board (IASB)). Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (Internasional Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.

2.1                      PENGERTIAN IFRS
  International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar akuntansi ini disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu International Accounting Standard Board (IASB), European Commision (EC), International Organization of Securities Commissions (IOSOC), dan International Federation of Accountants (IFAC). IFRS kini telah digunakan dilebih dari 100 negara dan pasar modal diseluruh dunia kecuali Amerika Serikat. International Accounting Standards Board (IASB) yang dahulu bernama International Accounting Standards Comitee (IASC) ini merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999) International Financial Reporting Standards (IFRS) atau yang dahulu bernama International Accounting Standards (IAS) sendiri adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
    Tujuan International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah memastikan bahwa laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan mengandung informasi berkualitas tinggi yang dapat menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan, menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS, menghasilkan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

3.                             KINERJA KEUANGAN PERBANKAN
       Menurut Kasmir (2004), kinerja bank merupakan ukuran keberhasilan bagi direksi bank tersebut, sehingga apabila kinerja itu buruk maka tidak mungkin para direksi ini akan diganti. Bank perlu dinilai kesehatannya, tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi bank tersebut yang sesungguhnya apakah dalam keadaan sehat, kurang sehat, atau mungkin sakit. Apabila kondisi bank tersebut dalam kondisi sehat, maka perlu dipertahankan kesehatannya. Akan tetapi jika kondisinya dalam keadaan tidak sehat maka segera perlu diambil tindakan untuk mengobatinya. Dari penilaian kesehatan bank ini pada akhirnya akan ketahuan kinerja bank tersebut. Salah satu penilaian kinerja yang dapat dilakukan adalah dengan menilai kinerja keuangan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank.
   Kinerja keuangan bank menggambarkan kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu yang mencakup aspek penghimpunan dana, penyaluran dana, teknologi dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapatdilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pengukuran kinerja perbankan yang paling tepat adalah dengan mengukur kemampuan perbankan dalam menghasilkan laba atau profit dari berbagai kegiatan yang dilakukan. Sebagaimana umumnya tujuan perusahaan adalah untuk mencapai nilai yang tinggi, dimana untuk mencapai nilai tersebut perusahaan harus dapat secara efisien dan efektif mengelola berbagai kegiatannya. Analisis profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yang nota bene profit motif (Mawardi, 2005). Rasio Return on Asset (ROA) memberikan informasi seberapa efisien bank dalam melakukan kegiatan usahanya, karena rasio ROA mengindikasikan seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh rata-rata terhadap setiap rupiah asetnya (Siamat, 2005).
    Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya terutama kebijakan moneter. Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, yaitu pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. Perbankan harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat bukan hanya membahayakan perbankan itu saja akan tetapi pihak lain. Manajemen risiko sangat penting bagi stabilitas perbankan, hal ini karena bisnis perbankan serat berhubungan dengan risiko. Dalam kegiatannya, baik menghadapi berbagai risiko, seperti risiko kredit (pembiayaan), risiko pasar dan risiko operasional. Manajemen risiko yang baik bagi bank agar bisa memastikan bank akan selamat dari kehancuran jika keadaan terburuk terjadi. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat.
   Dalam melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki kesehatnnya. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan analisis Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk (CAMELS). Namun saat ini Bank Indonesia (BI) telah melakukan perombakan faktor CAMELS menjadi Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning and Capital (RGEC) untuk menilai kesehatan bank yang dikeluarkan pada Januari 2011 dan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2012. CAMELS berubah menjadi RGEC berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/1/PBI/2011 diissued Januari 2011 dan efektif pada Januari 2012. RGEC resmi menjadi alat untuk tolak ukur kesehatan bank

4.                           Tingkat Kesehatan Bank
     Tingkat kesehatan bank adalah kondisi keuangan dan manajemen bank diukur melalui rasio-rasio hitung. Tingkat kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, yaitu pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank-bank yang ada di Indonesia (Sunarti : 2011).
Penilaian kesehatan perbankan dilakukan setiap periode. Dalam setiap penilaian ditentukan kondisi suatu bank. Bagi bank yang sudah dinilai sebelumnya dapat pula dinilai apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatannya. Bagi bank yang menurut penilaian sehat atau kesehatannya. terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan terus, akan tetapi bagi bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus mendapatkan pengarahan atau bahkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
 Kesehatan bank merupakan kemampuan bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi kewajiban dengan baik dan dengan cara-cara yang sesuai peraturan perbankan yang berlaku (Budi Santoso, Totok dan Sigit : 2006). Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual mencakup penilaian terhadap faktor-faktor berikut: Penilaian Profil Risiko dengan menggunakan Risiko Kredit, Good Corporate Governance, Earnings (ROA), dan Capital (CAR).

4.1       METODE RGEC
            Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank Indonesia telah menetapkan sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank berbasis risiko menggantikan penilaian CAMELS yang dulunya diatur dalam PBI No.6/10/PBI/2004.
Dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 ini, Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Pedoman perhitungan selengkapnya diatur dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No/13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Tahap- tahap penilaian dalam metode RGEC boleh disebut model penilaian kesehatan bank dengan sarat manajemen risiko. Apabila CAMELS adalah penilaian terhadap Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity & Sensitivity to Market Risk, dalam penilaian pendekatan RGEC menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Pasal 7 faktor-faktor penilaiannya adalah sebagai berikut :

1.      Risk Profile (Profil Risiko)
Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 1 penilaian terhadap faktor profil risiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional Bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, risiko reputasi.
Penelitian ini mengukur faktor Risk Profile dengan menggunakan 2 indikator yaitu faktor risiko    kredit dengan menggunakan rumus Non Performing Loan (NPL), dan risiko likuiditas dengan menggunakan rumus Loan to Deposit Ratio (LDR). Hal tersebut dikarenakan pada risiko diatas peneliti dapat memperoleh data kuantitatif yang tidak dapat diperoleh pada faktor risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi.

a. Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Non Performing Financing (NPF) adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui pembiayaan bermasalah yang ditanggung oleh bank berdasarkan dari total pembiayaan yang disalurkan. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/29/DPbs tanggal 7 Desember 2007, Rasio ini menggambarkan kualitas aktiva kredit yang kredibilitasnya kurang lancar, diragukan, dan macet. Semakin tinggi rasio ini maka semakin rendah kredit bank yang bersangkutan karena jumlah kredit bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit pada bank lain). Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tertera bahwa nilai NPL maksimum adalah sebesar 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa bank dianggap sehat apabila memiliki nilai rasio NPL kurang dari 5%.

                        b. Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (Funding Liquidity Risk). Dalam dunia perbankan rasio likuiditas ini biasa dikenal dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), rasio ini merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat likuiditas suatu bank. Menurut Kuncoro (2002), kebutuhan likuiditas bank berbeda-beda, tergantung pada ukuran bank, kekhususan usaha bank, dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tingkat likuiditas bank dianggap sehat apabila LDR-nya antara 85%-110%


2.             Good Corporate Governance (GCG)   
Penilaian terhadap faktor GCG (Corporate Governance) dalam pendekatan RGEC didasarkan ke dalam tiga aspek utama yaitu, Governance Structure, Governance Process, dan Governance Output. Berdasarkan ketetapan Bank Indonesia yang disajikan dalam Laporan Pengawasan Bank (2012:36), “Governance Structure mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite. Governance Process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi audit intern dan ekstern, penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern, penyediaan dana kepada pihak terkait dan dana besar, serta rencana strategis bank. Aspek terakhir Governance Output mencakup transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG (Corporate Governance) yang memenuhi prinsip Transparancy, Accountability, Responsibility, Indepedency, dan Fairness (TARIF)”. 

3               Earnings (Rentabilitas)
Penilaian rentabilitas bank meliputi penilaian atas kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, dan manajemen rentabilitas, dimana penilaian dilakukan dengan menggunakan indikator kuantitatif dan kualitatif. Penilaian terhadap faktor earnings didasarkan pada Return on Asset (ROA) atau Rasio laba sebelum pajak terhadap rata-rata total aset.

4.             Capital (Permodalan)
Merupakan rasio tingkat kecukupan modal, yang berarti jumlah modal sendiri yang diperlukan untuk menutup resiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman aktiva beresiko. Manajemen bank perlu meningkatkan nilai CAR sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia minimal 8%. Karena semakin tingginya CAR semakin baik kondisi sebuah perusahaan, dengan modal yang besar manejemen bank sangat leluasa dalam menempatkan dananya ke dalam aktivitas yang menguntungkan dalam rangka meningkatkan profitabilitas. Besarnya CAR normalnya berkisar antara 9% - 12%.


Rasio ROE digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan pembayaran dividen. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima investor.
LDR menggambarkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik tingkat kinerja bank untuk rentang 50%-100% karena kredit yang disalurkan bank lancar sehingga membuat pendapatan bank semakin meningkat yang nantinya akan meningkatkan kinerja bank pula. Namun, jika LDR > 100% maka semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi- bermasalah akan semakin besar.
Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan (Meliyanti, 2008). Rasio NPL dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengcover risiko pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi NPL mengakibatkan semakin tinggi tunggakan bunga kredit yang berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba. Demikian sebaliknya, semakin rendah NPL akan semakin tinggi (Muljono, 1999). Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit. Kredit bermasalah didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat melunasi hutangnya. Kriteria rasio NPL dibawah 5%.
Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba. Semakin besar ROA sebuah bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset yang berarti kinerja bank tersebut semakin baik. Perusahaan dikatakan baik apabila mempunyai laba yang besar atau rasio ROA berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25%, dan dikatakan sangat baik apabila mempunyai laba sangat besar dengan ROA diatas 1,25% (SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004). Dimana untuk memperoleh ROA yang besar diperlukan adanya aktiva produktif yang berkualitas dan manajemen yang solid.
Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut 6 dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber-sumber di luar bank (Iswi Hariyani, 2010: 51). Apabila CAR perusahaan perbankan cukup tinggi, hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan perbankan tersebut memiliki kecukupan modal, sehingga kepercayaan masyarakat akan semakin meningkat.

        Tugas Softskill “AKUNTANSI INTERNASIONAL”


Review Jurnal
Judul Jurnal          :   ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PERBANKAN YANG         
                               MENGADOPSI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN   
                               INTERNASIONAL
Volume / Hal       :   5 / E24-E30
Nama Penulis      :   Maulidya Nuriya dan Waluyo
Tanggal Jurnal     :    Oktober 2013

Pendahuluan        :
Perkembangan dunia bisnis baik perusahaan, perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya dituntut untuk menggunakan Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Standar akuntansi di Indonesia memiliki IAI yang mengeluarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Sejak revisi PSAK tahun 1994 IAI telah melakukan harmonisasi (sifatnya belum menyeluruh atau sebagian) standar PSAK kepada IFRS, harmonisasi diubah menjadi adopsi yang ditujukan dalam bentuk konvergensi. Pada tahun 2012 Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menetapkan Indonesia sudah mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional, khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010.
Namun hingga saat ini masih terdapat beberapa entitas perbankan yang masih belum mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Proses harmonisasi ini memiliki hambatan antara lain nasionalisme dan budaya setiap negara, perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional, tingginya biaya untuk mengubah prinsip akuntansi, selain itu timbul juga permasalahan lainnya seperti translasi standar internasional, ketidaksesuaian standar internasional dengan hukum nasional, struktur dan kompleksitas standar internasional dan frekuensi perubahan dan kompleksitas standar internasional. Namun dari semua hambatan dan permasalahan tersebut penerapan
Standar Pelaporan Keuangan Internasional memiliki manfaat yaitu dapat meningkatkan keakuratan dalam menilai performa perusahaan yang tercemin dalam laporan keuangan. Karena Standar Pelaporan Keuangan Internasional/IFRS mensyaratkan pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci. Dari penggunaan standar akuntansi internasional adalah mempermudah membandingkan antar perusahaan yang berdomisili pada 2 negara, hal ini dipermudah karena kesamaan aturan dan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Konvergensi PSAK dengan IFRS dapat membawa manfaat bagi iklim investasi Indonesia. Hal ini disebabkan karena kemudahan para investor untuk membandingkan informasi-informasi keuangan dari perusahaan di Indonesia dengan perusahaan di negara lain.

Tujuan Penelitian :
Untuk menganalisis perbandingan kinerja keuangan pada bank yang telah dan belum mengadopsi standar pelaporan keuangan Internasional (IFRS) di Indonesia.

Metode Penelitian :
Objek penelitian ini adalah seluruh perbankan yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2012. Data yang berhasil diolah sebanyak 27 bank, yaitu 24 bank yang telah mengadopsi  Standar Pelaporan Keuangan Internasional dan 3 bank yang belum mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Independen sampel T-test dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20.

Variabel Penelitian :
·      Capital Adequacy Ratio ( CAR )
·      Return on Asset (ROA)
·      Return on Equity (ROE)
·      Loan to Deposit Ratio (LDR)
·      Non Performing Loan (NPL)

Hasil Penelitian :
Dari hasil  penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk CAR dengan equal varience assumed adalah 6,024 dengan probabilitas 0,015. Dan berdasarkan tabel 1 bahwa t hitung untuk CAR dengan equal variance not assumed adalah 1,000 dengan probabilitas 0,333. Dengan demikian CAR yang belum mengadopsi IFRS lebih baik dari bank yang telah mengadopsi IFRS.

Dari hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk ROA dengan equal variance  assumed adalah 69,550 dengan probabilitas 0,000 dan tabel 1 bahwa t hitung untuk ROA dengan equal variance not assumed adalah -1,281 dengan probabilitas 0,221. Semakin besar ROA sebuah bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset yang berarti kinerja bank tersebut semakin baik. Dengan demikian ROA bank yang telah mengadopsi IFRS lebih tinggi dibandingkan ROA bank yang belum mengadopsi IFRS.

Dari hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk ROE dengan equal variance assumed adalah 96,155 dengan probabilitas 0,000 dan tabel 1 bahwa t hitung untuk ROE dengan equal variance not assumed adalah -1,510. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kenaika laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima investor. Dengan demikian ROE pada bank yang belum mengadopsi IFRS lebih rendah kinerjanya dibandingkan dengan ROE pada bank yang telah mengadopsi IFRS.

Dari hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk LDR dengan equal variance assumed adalah 2,378 dengan probabilitas 0,125. dan berdasarkan tabel 1 bahwa t hitung untuk LDR dengan equal variance not assumed adalah -2,071 dengan probabilitas 0,40. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik tingkat kinerja bank untuk rentang 50%-100% karena kredit yang disalurkan bank lancar sehingga membuat pendapatan bank semakin meningkat yang nantinya akan meningkatkan kinerja bank pula. Dengan demikian LDR bank yang telah mengadopsi IFRS lebih tinggi dari bank yang belum mengadopsi IFRS.

Dari hasil penelitian tabel 1 bahwa F hitung untuk NPL dengan equal variance assumed adalah 44,082 dengan probabilitas 0,000. dan berdasarkan tabel 1 bahwa t hitung untuk NPL dengan equal variance not assumed adalah 1,029 dengan probabilitas 0,321. Semakin tinggi NPL mengakibatkan semakin tinggi tunggakan bunga kredit yang berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba. Dengan demikian NPL yang mengadopsi IFRS lebih baik daripada bank yang belum mengadopsi IFRS.

Kesimpulan Penelitian :
Kinerja bank yang telah mengadopsi IFRS tidak berbeda signifikan dengan bank yang belum mengadopsi IFRS. Hal ini tercermin dari tidak adanya perbedaan yang signifikan dari rasio-rasio yang menjadi variabel pada penelitian seperti CAR, ROA, ROE, LDR dan NPL. Meskipun tingkat perbedaannya tidak signifikan.
Namun kinerja bank yang telah mengadopsi IFRS lebih baik, dibandingkan bank yang belum mengadopsi IFRS.
 
Sumber :
Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lain.Jakarta: Salemba Empat.

Kasmir. (2004). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 2008. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Khalil, Fuadi. 2016. Analisis Penggunaan Metode Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, And Capital (RGEC) Dalam mengukur Kesehatan Bank pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2014. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA). Vol. 1 No. 1 Hal 20-35.

Nurisya, Wardoyo. 2013. Analisis Perbandingan Kinerja Perbankan yang Mengadopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Jurnal Proceeding PESAT. Vol. 5  Hal 24-30.

Santoso, Totok, dan Sigit. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.

Sunarti. (2011). Sistem Manajemen Perbankan Indonesia. Edisi Pertama. Malang: NN Pers.

www.wikepedia.org