Pengaruh kenaikan tingkat suku
bunga
Sebagai illustrasi ambillah contoh EUR/AUD. Saat ini suku bunga mata uang Euro adalah 0.50% dan dollar Australia 2.75%. Jika bank sentral kawasan Euro (ECB) menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0.25% maka suku bunga EUR akan menjadi 0.75%. Asumsikan suku bunga AUD tidak berubah sehingga permintaan akan AUD juga relatif tetap. Kenaikan tingkat suku bunga Euro akan menarik investor untuk memindahkan asset investasinya (misalnya saham, properti atau mata uang lain) ke mata uang Euro karena mereka ingin mendapatkan keuntungan dari perubahan tingkat suku bunga tersebut.
Walaupun pada contoh di atas suku bunga EUR masih lebih rendah dari suku bunga AUD, namun perubahan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan permintaan akan mata uang EUR di level konsumen meningkat sehingga nilai tukar Euro terhadap dollar Australia atau EUR/AUD juga naik. Jika suku bunga mata uang negara lain tidak berubah, maka kenaikan suku bunga EUR tersebut tidak hanya berpengaruh pada nilai EUR/AUD saja, namun juga terhadap nilai tukar EUR versus mata uang lainnya. Dalam hal ini nilai EUR/xxx (xxx adalah mata uang lainnya) akan naik.
Pengaruh penurunan tingkat suku bunga
Sebaliknya dari contoh di atas, jika ECB menurunkan tingkat suku bunganya semisal 0.25% juga sehingga suku bunga EUR menjadi 0.25%. Investor akan segera melepas kepemilikannya atas mata uang Euro dan beralih ke jenis asset lainnya seperti saham, properti atau mata uang negara lain yang tingkat suku bunganya lebih tinggi. Jika ini terjadi maka nilai tukar EUR terhadap mata uang lainnya akan turun, atau EUR/xxx akan melemah.
Perubahan arah pergerakan nilai tukar di atas terjadi hanya pada saat ada perubahan tingkat suku bunga, atau isu dan juga rumor yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan suku bunga seperti tingkat inflasi yang tinggi, defisit neraca perdagangan yang makin besar dan sebagainya. Dalam pasar forex isu perubahan tingkat suku bunga sangat sensitif, oleh karenanya komentar seorang gubernur atau kepala bank sentral akan sangat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang suatu negara. Di samping itu perbedaan tingkat suku bunga antara 2 mata uang bisa menyebabkan terjadinya carry trade. Makin besar selisih suku bunga makin tinggi pula potensi carry trading terhadap pasangan mata uang tersebut.
Sebagai illustrasi ambillah contoh EUR/AUD. Saat ini suku bunga mata uang Euro adalah 0.50% dan dollar Australia 2.75%. Jika bank sentral kawasan Euro (ECB) menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0.25% maka suku bunga EUR akan menjadi 0.75%. Asumsikan suku bunga AUD tidak berubah sehingga permintaan akan AUD juga relatif tetap. Kenaikan tingkat suku bunga Euro akan menarik investor untuk memindahkan asset investasinya (misalnya saham, properti atau mata uang lain) ke mata uang Euro karena mereka ingin mendapatkan keuntungan dari perubahan tingkat suku bunga tersebut.
Walaupun pada contoh di atas suku bunga EUR masih lebih rendah dari suku bunga AUD, namun perubahan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan permintaan akan mata uang EUR di level konsumen meningkat sehingga nilai tukar Euro terhadap dollar Australia atau EUR/AUD juga naik. Jika suku bunga mata uang negara lain tidak berubah, maka kenaikan suku bunga EUR tersebut tidak hanya berpengaruh pada nilai EUR/AUD saja, namun juga terhadap nilai tukar EUR versus mata uang lainnya. Dalam hal ini nilai EUR/xxx (xxx adalah mata uang lainnya) akan naik.
Pengaruh penurunan tingkat suku bunga
Sebaliknya dari contoh di atas, jika ECB menurunkan tingkat suku bunganya semisal 0.25% juga sehingga suku bunga EUR menjadi 0.25%. Investor akan segera melepas kepemilikannya atas mata uang Euro dan beralih ke jenis asset lainnya seperti saham, properti atau mata uang negara lain yang tingkat suku bunganya lebih tinggi. Jika ini terjadi maka nilai tukar EUR terhadap mata uang lainnya akan turun, atau EUR/xxx akan melemah.
Perubahan arah pergerakan nilai tukar di atas terjadi hanya pada saat ada perubahan tingkat suku bunga, atau isu dan juga rumor yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan suku bunga seperti tingkat inflasi yang tinggi, defisit neraca perdagangan yang makin besar dan sebagainya. Dalam pasar forex isu perubahan tingkat suku bunga sangat sensitif, oleh karenanya komentar seorang gubernur atau kepala bank sentral akan sangat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang suatu negara. Di samping itu perbedaan tingkat suku bunga antara 2 mata uang bisa menyebabkan terjadinya carry trade. Makin besar selisih suku bunga makin tinggi pula potensi carry trading terhadap pasangan mata uang tersebut.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
di Bursa Efek Indonesia (BEI) Kamis dibuka naik 3,89 poin atau 0,08 persen
menjadi 4.936,45 , sedangkan indeks 45 saham unggulan (LQ45) menguat 0,39 poin
(0,05 persen) ke level 832,49.
"Sentimen positif dari
pernyataan Menteri Keuangan dimana ekspektasi peningkatan kredit konsumsi
perbankan memberikan sentimen yang cukup baik bagi pasar. Namun, bursa Asia
yang bergerak mendatar cenderung menahan penguatan lebih lanjut," kata
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan bahwa masih adanya
daya beli pada saham-saham manufaktur, perdagangan, dan beberapa properti
setidaknya dapat mengurangi sentimen negatif dari eksternal.
"Namun, fluktuasinya sentimen
yang beredar baik dari dalam negeri maupun eksternal akan membuat pergerakan
indeks BEI bervariasi," katanya.
Sementara itu, Tim Analis Mandiri
Sekuritas dalam kajiannya mengemukakan bahwa dari dalam negeri, investor sedang
menantikan kebijakan suku bunga acuan (BI Rate) yang sedianya akan diputuskan
oleh Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada pekan depan.
Selain itu, lanjut dia, pelaku pasar
juga sedang menanti kebijakan Bank Indonesia dalam melakukan intervensi
terhadap pergerakan nilai tukar rupiah yang saat ini cenderung melemah.
"Pada perdagangan hari ini,
indeks BEI masih akan bergerak bervariasi akan bergerak dikisaran 4.919-4.946
poin," katanya.
Bursa regional, di antaranya indeks
Bursa Hang Seng melemah 39,58 poin (0,17 persen) ke level 23.112,13, indeks
Nikkei naik 8,17 poin (0,05 persen) ke level 15.076,17 dan Straits Times melemah
1,29 poin (0,04 persen) ke posisi 3.279,21.(rr) (https://id.berita.yahoo.com/ihsg-bei-kamis-dibuka-naik-3-89-poin-032540731--finance.html)
Penerbitan saham bagi perbankan
merupakan salah satu cara guna memenuhi tambahan dana yang dibutuhkan
perusahaan. Saham merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling
populer dan banyak dipiIih para investor di pasar modal ataupun bagi perusahaan
untuk mendapatkan dana bagi kepentingan bisnis perusahaan. Pergerakan harga
saham dipengaruhi beberapa faktor antara lain tingkat suku bunga dan nilai
tukar. Terdapat tiga variabel dari berbagai variabel pergerakan harga saham
yaitu variabel tingkat suku bunga, nilai tukar, dan harga saham. Untuk itu
diperIukan penelitian ilmiah dalam rangka menganalisa pengaruh tingkat suku
bunga dan niIai tukar terhadap harga saham perbankan. Menurut Weston dan
Brigham (2001), Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah laba per
lembar saham, tingkat bunga, jumlah kas deviden yang diberikan, jumlah laba
yang di dapat perusahaan, dan tingkat risiko dan pengembalian. Semakin tinggi
tingkat suku bunga maka semakin rendah harga saham. Nilai tukar juga
mempengaruhi harga saham. Menurut Tarigan (2007), bahwa nilai tukar berpengaruh
positif terhadap harga saham. Semakin tinggi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika (apresiasi) maka harga saham juga akan meningkat. Untuk membuktikan
teori tersebut di atas, dilakukan penelitian ilmiah dengan tahapan perumusan
masalah, pengumpulan data, dan analisis data dengan menggunakan uji regresi
berganda. Dari hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Tingkat suku
bunga berpengaruh negative terhadap harga saham. 2. Nilai tukar berpengaruh
positif terhadap harga saham. 3. Tingkat suku bunga dan nilai tukar secara
bersama-sama mempengaruhi harga saham. 4. Fluktuasi harga saham dapat
dijelaskan oleh variabel tingkat suku bunga dan nilai tukar sebesar 48.6%
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diukur dalam
penelitian ini. Pengaruh tingkat suku bunga dan nilai tukar sangat mempengaruhi
harga saham sehingga bagi para investor harus benar-benar teliti ketika
memutuskan untuk berinvestasi di saham.
Gambar
23: Indeks Harga Konsumen (IHK) Negara ASEAN, 2011 – 2014* (y-o-y, %)
Tingkat inflasi yang masih tinggi masih menjadi ancaman ekonomi kawasan
Tingkat inflasi yang masih tinggi masih menjadi ancaman ekonomi kawasan
*= Data untuk Brunei Darussalam,
Cambodia, Myanmar adalah posisi per-Desember 2013 (y-o-y). Data untuk
Indonesia, Lao PDR. Malaysia, The Philippines, Singapore, Thailand, Viet Nam
adalah posisi per-Januari 2014 (y-o-y)
Sumber: Bloomberg (2014)
Sumber: Bloomberg (2014)
Tingkat inflasi yang masih
relatif tinggi di ASEAN adalah salah satu penyebab utama yang menyebabkan
hambatan bagi perekonomian untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang optimal dan
tingkat perbaikan kesejahteraan yang signifikan. Sepanjang tahun 2013,
Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat inflasi tertinggi di kawasan
yang menyebabkannya berada di dalam kelompok negara-negara yang mencatat
tingkat inflasi yang tinggi seperti Lao PDR dan Vietnam. Berbeda dengan
negara-negara lain di kawasan yang relatif sukses menekan laju inflasi pada
kisaran di bawah 3%, pemerintah Indonesia, Lao PDR dan Vietnam terbukti belum
mampu menekan laju inflasi di dalam sistem perekonomiannya.
Pada perkembangan terkini
melalui rilis tingkat inflasi pada bulan Januari 2014 yang lalu, bahkan
Indonesia tetap menjadi negara dengan tingkat inflasi year-on-year
tertinggi di kawasan. Indonesia memperoleh capaian IHK yang tercatat
8,22% berbeda signifikan dengan pencatat inflasi tertinggi berikutnya yaitu Lao
PDR (5,99%) dan Viet Nam (5,45%). Tekanan inflasi pada perekonomian kawasan ini
hendaknya menjadi perhatian yang serius oleh negara-negara anggota ASEAN karena
hal ini akan sangat mempengaruhi kesiapan mereka secara kolektif untuk
menyongsong ASEAN Economic Community 2015.
Negara-negara anggota ASEAN
memiliki potensi tumbuh lebih tinggi dengan fenomena demographic boom yang
terjadi. Pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja produktif yang
signifikan diiringi dengan tingkat kesejahteraan yang relatif lebih baik akan
memacu terjadinya pertumbuhan tingkat konsumsi industri dan rumah tangga yang
meningkat. Namun sayangnya, mayoritas pertumbuhan tingkat konsumsi itu masih
didominasi oleh barang-barang impor yang tidak saja akan mempengaruhi
keseimbangan nilai tukar tapi juga berpotensi mendorong membesarnya potensi
terjadinya imported inflation.
Nilai Tukar Mata Uang ASEAN Terhadap USD, 2009
– 2014 (y-o-y, %)
Pada tahun 2013, seluruh nilai tukar mata uang di kawasan melemah terhadap USD
Pada tahun 2013, seluruh nilai tukar mata uang di kawasan melemah terhadap USD
*= Pada tahun 2012 Myanmar
mengalami penyesuaian nilai mata uang
Catatan: Data tersaji pada posisi 28 Februari 2014 adalah pertumbuhab berbasis Year-to-Date
Sumber: Bloomberg (2014)
Catatan: Data tersaji pada posisi 28 Februari 2014 adalah pertumbuhab berbasis Year-to-Date
Sumber: Bloomberg (2014)
Neraca perdagangan di
kawasan ASEAN saat ini mengalami tekanan dari berbagai arah. Seiring
dengan dampak resesi perekonomian yang di negara-negara belahan Barat yang
masih dirasakan hingga saat ini dan diikuti dengan perlambatan pertumbuhan
perekonomian Cina dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara mencatatkan penurunan dalam tingkat ekspor maupun
penurunan nilai produk-produk ekspor akibat menurunnya tingkat permintaan
global. Bahkan perdagangan antara negara Selatan-Selatan yang biasanya menjadi
penyangga bagi kawasan dalam mengkompensasi penurunan permintaan dari
negara-negara maju ternyata belum mampu menyelamatkan, mengingat adanya
kecenderungan “pendinginan” ekonomi di Brasil sebagai negara besar di kawasan
Selatan maupun pada negara-negara berkembang lainnya yang juga sedang mengalami
permasalahan perekonomiannya sendiri.
Penurunan pada tingkat keseimbangan neraca perdagangan di kawasan pada kelanjutannya berdampak pada melemahnya seluruh nilai tukar mata uang negara-negara anggota di kawasan terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Potensi tertekannya nilai tukar negara di kawasan ini akan berpotensi untuk terus terjadi dikarenakan adanya rencana The Fed untuk melakukan program pengurangan quantitative easing (tapering off) yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya dampak instabilitas pada kerapuhan sektor pasar uang maupun pasar saham di kawasan.
Pertumbuhan secara tipis yang terjadi di pasar saham ASEAN sebagaimana yang telah diulas sebelumnya ternyata tidak berbanding lurus dengan situasi yang tercatat pada pasar uang. Hal itu sebagaimana yang diwujudkan dalam pertumbuhan negatif seluruh nilai tukar mata uang negara anggota di kawasan sepanjang tahun 2013. Penurunan tersebut paling besar dialami oleh Indonesia “Rupiah” dengan depresiasi sebesar 26,92% dan Myanmar “Kyat” yang mengalami depresiasi sebesar 14,93% sebagai dua negara yang utama yang belum mampu mengendalikan penurunan nilai tukar mata uang di bawah 10%, layaknya yang dialami oleh negara-negara lainnya di kawasan selama tahun 2013.
REFERENSI :
2. http://www.seputarforex.com/artikel/forex/lihat.php?id=128564&title=pengaruh_suku_bunga_terhadap_nilai_tukar_mata_uang