Minggu, 08 Juni 2014

Pengaruh suku bunga terhadap nilai tukar rupiah serta kondisi di Negara Asean

              Tingkat suku bunga menentukan nilai tambah mata uang suatu negara. Semakin tinggi suku bunga suatu mata uang, akan semakin tinggi pula permintaan akan mata uang negara tersebut. Tingkat suku bunga diatur oleh bank sentral, dan jika dalam jangka panjang bank sentral selalu menaikkan suku bunga maka trend nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara lain akan cenderung naik. Hal ini akan terus berlangsung sampai ada faktor lain yang mempengaruhi atau bank sentral kembali menurunkan suku bunganya.

Pengaruh kenaikan tingkat suku bunga
Sebagai illustrasi ambillah contoh EUR/AUD. Saat ini suku bunga mata uang Euro adalah 0.50% dan dollar Australia 2.75%. Jika bank sentral kawasan Euro (ECB) menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0.25% maka suku bunga EUR akan menjadi 0.75%. Asumsikan suku bunga AUD tidak berubah sehingga permintaan akan AUD juga relatif tetap. Kenaikan tingkat suku bunga Euro akan menarik investor untuk memindahkan asset investasinya (misalnya saham, properti atau mata uang lain) ke mata uang Euro karena mereka ingin mendapatkan keuntungan dari perubahan tingkat suku bunga tersebut.

Walaupun pada contoh di atas suku bunga EUR masih lebih rendah dari suku bunga AUD, namun perubahan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan permintaan akan mata uang EUR di level konsumen meningkat sehingga nilai tukar Euro terhadap dollar Australia atau EUR/AUD juga naik. Jika suku bunga mata uang negara lain tidak berubah, maka kenaikan suku bunga EUR tersebut tidak hanya berpengaruh pada nilai EUR/AUD saja, namun juga terhadap nilai tukar EUR versus mata uang lainnya. Dalam hal ini nilai EUR/xxx  (xxx adalah mata uang lainnya) akan naik.

Pengaruh penurunan tingkat suku bunga
Sebaliknya dari contoh di atas, jika ECB menurunkan tingkat suku bunganya semisal 0.25% juga sehingga suku bunga EUR menjadi 0.25%. Investor akan segera melepas kepemilikannya atas mata uang Euro dan beralih ke jenis asset lainnya seperti saham, properti atau mata uang negara lain yang tingkat suku bunganya lebih tinggi. Jika ini terjadi maka nilai tukar EUR terhadap mata uang lainnya akan turun, atau EUR/xxx akan melemah.

Perubahan arah pergerakan nilai tukar di atas terjadi hanya pada saat ada perubahan tingkat suku bunga, atau isu dan juga rumor yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan suku bunga seperti tingkat inflasi yang tinggi, defisit neraca perdagangan yang makin besar dan sebagainya. Dalam pasar forex isu perubahan tingkat suku bunga sangat sensitif, oleh karenanya komentar seorang gubernur atau kepala bank sentral akan sangat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang suatu negara. Di samping itu perbedaan tingkat suku bunga antara 2 mata uang bisa menyebabkan terjadinya carry trade. Makin besar selisih suku bunga makin tinggi pula potensi carry trading terhadap pasangan mata uang tersebut.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Kamis dibuka naik 3,89 poin atau 0,08 persen menjadi 4.936,45 , sedangkan indeks 45 saham unggulan (LQ45) menguat 0,39 poin (0,05 persen) ke level 832,49.
"Sentimen positif dari pernyataan Menteri Keuangan dimana ekspektasi peningkatan kredit konsumsi perbankan memberikan sentimen yang cukup baik bagi pasar. Namun, bursa Asia yang bergerak mendatar cenderung menahan penguatan lebih lanjut," kata Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan bahwa masih adanya daya beli pada saham-saham manufaktur, perdagangan, dan beberapa properti setidaknya dapat mengurangi sentimen negatif dari eksternal.
"Namun, fluktuasinya sentimen yang beredar baik dari dalam negeri maupun eksternal akan membuat pergerakan indeks BEI bervariasi," katanya.
Sementara itu, Tim Analis Mandiri Sekuritas dalam kajiannya mengemukakan bahwa dari dalam negeri, investor sedang menantikan kebijakan suku bunga acuan (BI Rate) yang sedianya akan diputuskan oleh Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada pekan depan.
Selain itu, lanjut dia, pelaku pasar juga sedang menanti kebijakan Bank Indonesia dalam melakukan intervensi terhadap pergerakan nilai tukar rupiah yang saat ini cenderung melemah.
"Pada perdagangan hari ini, indeks BEI masih akan bergerak bervariasi akan bergerak dikisaran 4.919-4.946 poin," katanya.
Bursa regional, di antaranya indeks Bursa Hang Seng melemah 39,58 poin (0,17 persen) ke level 23.112,13, indeks Nikkei naik 8,17 poin (0,05 persen) ke level 15.076,17 dan Straits Times melemah 1,29 poin (0,04 persen) ke posisi 3.279,21.(rr) (https://id.berita.yahoo.com/ihsg-bei-kamis-dibuka-naik-3-89-poin-032540731--finance.html)

Penerbitan saham bagi perbankan merupakan salah satu cara guna memenuhi tambahan dana yang dibutuhkan perusahaan. Saham merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling populer dan banyak dipiIih para investor di pasar modal ataupun bagi perusahaan untuk mendapatkan dana bagi kepentingan bisnis perusahaan. Pergerakan harga saham dipengaruhi beberapa faktor antara lain tingkat suku bunga dan nilai tukar. Terdapat tiga variabel dari berbagai variabel pergerakan harga saham yaitu variabel tingkat suku bunga, nilai tukar, dan harga saham. Untuk itu diperIukan penelitian ilmiah dalam rangka menganalisa pengaruh tingkat suku bunga dan niIai tukar terhadap harga saham perbankan. Menurut Weston dan Brigham (2001), Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah laba per lembar saham, tingkat bunga, jumlah kas deviden yang diberikan, jumlah laba yang di dapat perusahaan, dan tingkat risiko dan pengembalian. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin rendah harga saham. Nilai tukar juga mempengaruhi harga saham. Menurut Tarigan (2007), bahwa nilai tukar berpengaruh positif terhadap harga saham. Semakin tinggi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (apresiasi) maka harga saham juga akan meningkat. Untuk membuktikan teori tersebut di atas, dilakukan penelitian ilmiah dengan tahapan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data dengan menggunakan uji regresi berganda. Dari hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Tingkat suku bunga berpengaruh negative terhadap harga saham. 2. Nilai tukar berpengaruh positif terhadap harga saham. 3. Tingkat suku bunga dan nilai tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham. 4. Fluktuasi harga saham dapat dijelaskan oleh variabel tingkat suku bunga dan nilai tukar sebesar 48.6% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Pengaruh tingkat suku bunga dan nilai tukar sangat mempengaruhi harga saham sehingga bagi para investor harus benar-benar teliti ketika memutuskan untuk berinvestasi di saham.
Gambar 23: Indeks Harga Konsumen (IHK) Negara ASEAN, 2011 – 2014* (y-o-y, %)
Tingkat inflasi yang masih tinggi masih menjadi ancaman ekonomi kawasan

*= Data untuk Brunei Darussalam, Cambodia, Myanmar adalah posisi per-Desember 2013 (y-o-y). Data untuk Indonesia, Lao PDR. Malaysia, The Philippines, Singapore, Thailand, Viet Nam adalah posisi per-Januari 2014 (y-o-y)
Sumber: Bloomberg (2014)

Tingkat inflasi yang masih relatif tinggi di ASEAN adalah salah satu penyebab utama yang menyebabkan hambatan bagi perekonomian untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang optimal dan tingkat perbaikan kesejahteraan yang signifikan. Sepanjang tahun 2013, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat inflasi tertinggi di kawasan yang menyebabkannya berada di dalam kelompok negara-negara yang mencatat tingkat inflasi yang tinggi seperti Lao PDR dan Vietnam. Berbeda dengan negara-negara lain di kawasan yang relatif sukses menekan laju inflasi pada kisaran di bawah 3%, pemerintah Indonesia, Lao PDR dan Vietnam terbukti belum mampu menekan laju inflasi di dalam sistem perekonomiannya.

Pada perkembangan terkini melalui rilis tingkat inflasi pada bulan Januari 2014 yang lalu, bahkan Indonesia tetap menjadi negara dengan tingkat inflasi year-on-year tertinggi di kawasan. Indonesia memperoleh capaian IHK yang tercatat 8,22% berbeda signifikan dengan pencatat inflasi tertinggi berikutnya yaitu Lao PDR (5,99%) dan Viet Nam (5,45%). Tekanan inflasi pada perekonomian kawasan ini hendaknya menjadi perhatian yang serius oleh negara-negara anggota ASEAN karena hal ini akan sangat mempengaruhi kesiapan mereka secara kolektif untuk menyongsong ASEAN Economic Community 2015.

Negara-negara anggota ASEAN memiliki potensi tumbuh lebih tinggi dengan fenomena demographic boom yang terjadi. Pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja produktif yang signifikan diiringi dengan tingkat kesejahteraan yang relatif lebih baik akan memacu terjadinya pertumbuhan tingkat konsumsi industri dan rumah tangga yang meningkat. Namun sayangnya, mayoritas pertumbuhan tingkat konsumsi itu masih didominasi oleh barang-barang impor yang tidak saja akan mempengaruhi keseimbangan nilai tukar tapi juga berpotensi mendorong membesarnya potensi terjadinya imported inflation.

 Nilai Tukar Mata Uang ASEAN Terhadap USD, 2009 – 2014 (y-o-y, %)
Pada tahun 2013, seluruh nilai tukar mata uang di kawasan melemah terhadap USD


*= Pada tahun 2012 Myanmar mengalami penyesuaian nilai mata uang
Catatan: Data tersaji pada posisi 28 Februari 2014 adalah pertumbuhab berbasis Year-to-Date
Sumber: Bloomberg (2014)

Neraca perdagangan di kawasan ASEAN saat ini mengalami tekanan dari berbagai arah. Seiring dengan dampak resesi perekonomian yang di negara-negara belahan Barat yang masih dirasakan hingga saat ini dan diikuti dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Cina dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara mencatatkan penurunan dalam tingkat ekspor maupun penurunan nilai produk-produk ekspor akibat menurunnya tingkat permintaan global. Bahkan perdagangan antara negara Selatan-Selatan yang biasanya menjadi penyangga bagi kawasan dalam mengkompensasi penurunan permintaan dari negara-negara maju ternyata belum mampu menyelamatkan, mengingat adanya kecenderungan “pendinginan” ekonomi di Brasil sebagai negara besar di kawasan Selatan maupun pada negara-negara berkembang lainnya yang juga sedang mengalami permasalahan perekonomiannya sendiri.

Penurunan pada tingkat keseimbangan neraca perdagangan di kawasan pada kelanjutannya berdampak pada melemahnya seluruh nilai tukar mata uang negara-negara anggota di kawasan terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Potensi tertekannya nilai tukar negara di kawasan ini akan berpotensi untuk terus terjadi dikarenakan adanya rencana The Fed untuk melakukan program pengurangan quantitative easing (tapering off) yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya dampak instabilitas pada kerapuhan sektor pasar uang maupun pasar saham di kawasan.

Pertumbuhan secara tipis yang terjadi di pasar saham ASEAN sebagaimana yang telah diulas sebelumnya ternyata tidak berbanding lurus dengan situasi yang tercatat pada pasar uang. Hal itu sebagaimana yang diwujudkan dalam pertumbuhan negatif seluruh nilai tukar mata uang negara anggota di kawasan sepanjang tahun 2013. Penurunan tersebut paling besar dialami oleh Indonesia “Rupiah” dengan depresiasi sebesar 26,92% dan Myanmar “Kyat” yang mengalami depresiasi sebesar 14,93% sebagai dua negara yang utama yang belum mampu mengendalikan penurunan nilai tukar mata uang di bawah 10%, layaknya yang dialami oleh negara-negara lainnya di kawasan selama tahun 2013.

REFERENSI : 

2. http://www.seputarforex.com/artikel/forex/lihat.php?id=128564&title=pengaruh_suku_bunga_terhadap_nilai_tukar_mata_uang

3. http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/index.php?option=com_content&view=article&id=1367:pengaruh-tingkat-suku-bunga-dan-nilai-tukar-terhadap-harga-saham-perbankan-di-bursa-efek-indonesia&catid=21&Itemid=412

Tidak ada komentar:

Posting Komentar